Full width home advertisement

Post Page Advertisement [Top]

Eps: Pendatang Baru


Selama beberapa bulan setelah kejadian di desa Pak Nur, seakan tiada lagi penghalang akan hubungan terlarang antara Pak Nur dan Reisa. Bu Nur pun seakan merestui hubungan suaminya dan Reisa, malah ia ikut membantu menyiapkan segala sesuatu jika pak Nur akan menggauli Reisa.

Hingga sampailah pada saat Reisa mengakhiri masa tugas PTT nya di pulau tersebut. Dengan berat hati dan rasa sedih yang mendalam mereka harus menerima pil pahit hubungan tersebut, apalagi sebelumnya orangtua Reisa telah mempersiapkan agar putrinya kembali menambah ilmunya di bidang medis dengan mengirimkannya ke luar negeri.


Padahal pada awalnya Reisa sudah berencana untuk menetap dan bertugas di daerah penuh cinta dan kenangan tersebut, namun keinginan dari orangtuanya tak sanggup ia tolak. Apalagi ia juga kuatir hubungannya dengan pak Nur dan sebelumnya dengan Jonas akan diketahui keluarganya. Maka di akhir masa tugasnya itupun, Reisa tak menolak sekalipun untuk terus disebadani Pak Nur sebagai hadiah dan kenangan untuk perpisahan mereka. Di malam malam terakhir itu, Bu Nur sengaja menyiapkan makanan dan juga perlengkapan untuk membantu menjaga stamina pak Nur dan juga Reisa. Di kamar rumah Reisa, sepanjang siang dan malam hingga pagi hanya terdengar dengus nafas berat dua anak manusia yang memadu kasih, mereka seakan menghabiskan energi yang tersisa di tubuhnya.


Setelah berpisah dengan Reisa, otomatis kehidupan sex pak Nur kembali seperti sedia kala, iapun kembali kepangkuan istrinya dan tentu saja itu merupakan siksaan bagi Bu Nur yang sudah tak muda lagi. Bu Nur seakan tak mampu mengimbangi nafsu dan gairah Pak Nur. Makanya pak Nur sering kembali ke desanya apalagi untuk menyalurkan birahinya kepada gadis-gadis atau wanita bersuami yang ia inginkan. Sebab di desanya tak akan ada yang berani menolak atau menentang titah orang yang amat berpengaruh tersebut. Mengizinkan kepada anak atau istrinya ditiduri Pak Nur merupakan suatu bentuk pengabdian yang amat tinggi di desanya itu. Karena itulah Pak Nur dalam seminggu pasti berada di desanya kira-kira 2-3 hari.


*************


Kenaikan karier merupakan suatu anugerah yang amat tinggi bagi seseorang pekerja keras seperti Haryadi. Sebab selama ini ia sudah berusaha sekuat tenaga mencurahkan segala daya upaya untuk menambah prestasi kerjanya. Haryadi adalah seorang manager operasional sebuah perusahaan perkebunan terkemuka di negeri ini. Di usianya yang masih muda 30 tahun ia telah menduduki posisi yang amat penting dalam bidangnya itu. Haryadi adalah  lulusan luar negeri dan atas koneksi omnya makanya ia dapat masuk kedalam perusahaan besar tersebut. Dan juga karena bantuan keluarganya juga Haryadi pun di pertemukan dengan seorang gadis yang bernama Virania Stania yang saat itu masih menjalani masa PTT di sebuah puskesmas di Jakarta, jadi tiada penghalang dari hubungan mereka berdua. Saat itu Vira masih berusia 26 tahun dan juga merupakan dari keluarga berada di kota Jakarta. Vira adalah tipikal gadis kota yang berpendidikan dan hormat kepada semua orang yang ia kenal dan juga terkadang suka tantangan.


Selain itu ia juga sangat mengusai adat Jawa yang selalu diajarkan orangtuanya, juga ilmu agama yang sangat kuat. Selain cantik dan berpenampilan menarik, Vira tidaklah terlalu berpikiran sempit dalam berpakaian, ia selalu mengikuti mode dan tren terbaru juga  kesopanan berpakaian juga bisa menutup bagian bagian penting di tubuhnya. Sebab sesuai ajaran agamanya, bagian penting di tubuhnya hanya untuk di lihat dan dinikmati suaminya. Tidak memakan waktu lama, maka resmilah kedua anak manusia ini menjalani kehidupan rumah tangga seutuhnya. Tidak sedikit yang memandang dingin melihat keserasian pasangan muda ini. Meskipun sudah resmi menjadi Nyonya Haryadi, namun Vira tetap menjalani masa PTT nya dengan senang hati. Kini pasangan muda itu resmi menempati rumah pemberian dari kedua orangtuanya untuk mereka tinggali dan membentuk keluarga baru. Hampir setiap malam di dalam kamarnya yang mewah dan luas selalu terdengar percengkramaan kedua anak manusia ini. Awalnya hanya tawa cekikikan lalu terdengar dengus nafas berat dan lirihan suara manusia bersebadan, hingga diakhiri dengusan jerit kepuasan keduanya.


Kedua anak manusia ini menjalani hari harinya dengan amat bahagia, hingga Haryadi pun di beri tanggung jawab untuk mengurus pembukaan perkebunan baru di Pulau Mentawai. Keputusan management tempatnya bekerja seolah membangunkannya dari keasikan menempuh hidup baru di Jakarta yang lancar tanpa hambatan. Demi mengejar karier dan apalagi nantinya posisinya akan naik, maka Haryadi pun menerima promosi dari pihak perusahaan. Apalah artinya berpisah sementara dengan istrinya tercinta untuk beberapa saat, apalagi saat ini sarana trasportasi sudah demikian lancar dan membuatnya tak mempermasalahkannya. Ia masih bisa pulang 2 kali sebulan ke Jakarta atau kalau bisa ia akan bawa istrinya ke pulau, apalagi ia disediakan rumah di pulau tersebut.


Keputusan dari perusahaan suaminya itu didukung juga oleh istrinya Vira yang juga sedang menunggu penempatannya bertugas, apalagi Vira juga berkeinginan untuk dapat bertugas di daerah seperti pulau Sumatera karena melihat tingkat kesehatan masyarakat yang amat membutuhkan pelayanan dan juga ia merasa suda merasa sumpek selama di ibukota Jakarta ini, terlebih lagi semua keluarganya juga sudah berada di Jakarta. Baginya tak masalah untuk sementara terpisah dengan suaminya tercinta, Haryadi. Pertama menginjakkan kakinya di pulau Mentawai, setelah menempuh perjalanan dengan kapal dari pelabuhan Padang, Haryadi mendapat kesan bahwa pulau ini amat indah dan eksotik. Haryadi di dampingi oleh staff  cabang yang dari Padang. Selanjutnya ia menuju ke base camp nya yang berada di dalam pulau itu. Sesuai dengan intruksi yang ia peroleh.


Awal awal bertugas di pulau itu Haryadi sedikit merasa asing dan agak kesulitan melihat medan yang akan ia jalani, apalagi ia akan sering bepergian ke dalam desa dengan perahu nelayan. Di dampingi oleh Pak Nur, seakan halangan itu dapat berjalan dengan lancar dan hubungan Haryadi dengan Pak Nur semakin dekat. Begitu juga dengan keluarga Pak Nur. Kini Haryadi biasa dipanggil sudah akrab dengan anak anak dan istri Pak Nur. Pak Nur pun sering mengajaknya makan dan berjalan jalan di pantai itu berkeliling. Meliha keindahan pantai dan alam mentawai membuat Haryadi menceritakannya lewat telepon kepada istrinya bahwa alamnya sangat asli dan masih bersih. Dan suatu saat ia ingin mengajak istrinya Vira untuk datang ke pulau ini. Dalam suatu kesempatan, Yadi diajak Pak Nur ke desanya, kebetulan ia sedang ada pekerjaan ke proyeknya yang juga berada dekat dari desa Pak Nur. Haryadi diajak Pak Nur tinggal di rumahnya seperti tamu tamu lain, Haryadi dilayani dengan sangat baik. Mereka makan makan dan juga minum minuman yang menghangatkan bada sebab di pedalaman itu hawanya sangat dingin sekali. Tak lama kemudian pak Nur pun memanggil seorang gadis dan duduk di sebelahnya. Saat itu Yadi merasa heran, bukankah Pak Nur sudah memiliki istri, lalu kenapa ia berpelukan mesra dengan gadis itu? Pak Nur lalu berkata,


"Mas Yadi jangan kaget ya, ini sudah biasa lah...Istri saya sudah tahu dan tak keberatan" katanya.


Ia juga menawari Haryadi seorang wanita, namun ia menolak, karena ia masih ingat istrinya di Jakarta. Namun karena mabuk mulai memenuhi kepalanya, maka pikiran sehatpun sudah meninggalkannya. Ia tak menolak saat pak Nur memanggil seorang gadis untuk mendampinginya. Pak Nur juga bilang,


"Pak Haryadi jangan malu ya, saya maklum aja kan Pak, sudah sebulan ini pisah dengan istri kan?, lagian rahasia Mas Yadi aman koq". kata Pak Nur.


Dengan sedikit malu Haryadi mengangguk. Dan dalam pikirannya,ia seakan menerima suguhan itu. Memang Haryadi bukanlah laki laki yang bersih bersih bersih amat, beberapa bulan setelah menikahi Vira ia masih sempat melakukan affair dengan teman kerjanya yang di dasari have fun saja.


Malam semakin larut dan Pak Nur sudah membawa wanita tadi ke kamarnya, begitu juga Haryadi sudah berada di kamar yang berbeda sambil berciuman dan meraba tubuh sang wanita yang bernama Dewi itu. Dewi adalah gadis di desa Pak Nur yang sebelumnya pernah disebadani Pak Nur, malam itu gadis yang berusia 20 tahun itu diminta untuk menemani Haryadi atas permintaan Pak Nur. Pak Nur tahu keinginan Haryadi yang lama tak bertemu istrinya. Dewi merupakan gadis cantik di pulau itu dan amat disayangi Pak Nur karena masih muda dan amat disukai pelayanannya.


Selama ini hanya Pak Nur saja yang menggaulinya dan untuk menghormati Haryadi Pak Nur pun tak keberatan gadis kesayangannya dipakai Haryadi. Umpama seekor kucing, tak akan menolak di beri ikan, itulah yang di alami Haryadi. Sedangkan bagi Dewi, itu adalah kali pertama ia bersama laki laki lain setelah Pak Nur. Dewi adalah gadis desa itu amat cantik dan jauh dari polesan kosmetik seperti gadis kota pada umumnya. Haryadi tahu itu dan iapun tertantang untuk mencobanya. Di dalam kamar itu, mulailah Haryadi menggumuli tubuh mulus Dewi. Tampak tak mengalami kesulitan berarti, keduanya kini sudah sama sama bugil. Haryadi meremas remas payudara Dewi yang berukuran kecil itu. Dengus nafas keduanya seakan tak mampu mengalahkan gerakan tangan dan mulut Haryadi pada tubuh mulus Dewi. Sambil mengulum bibir mungil Dewi, salah satu tangan Haryadi turun ke arah selangkangan Dewi yang masih tertutup celana dalamnya. Liangnya sudah mulai basah oleh lendir yang keluar dari celahnya. Dewi hanya diam dan menutupkan matanya, ia menyerah bulat bulat kepada Haryadi sesuai yang di perintahkan Pak Nur. Aktifitas Haryadi bersamanya pun semakin panas. Haryadi pun semakin intens merangsang setiap inci tubuh gadis itu. Dan kini ia pun telah melepaskan celana dalamnya. Tampak bulu bulu halus milik gadis itu, menutupi liang sanggamanya. Bulu itu amat halus dan rapi. Haryadi pun kini turun ke arah liang sempit milik Dewi lalu berusaha menjilatnya. Ada keinginan yang besar dalam dirinya untuk melakukan oral sex pada Dewi, padahal selama bersama istrinya ia selalu ditolak karena istrinya tidak suka oral sex.


Tanpa merasa jijik seditpun ia terus menjilat liang sempit itu dan menghisap air lendir dari celahnya. Dewi pun semakin terbakar dan hanya bisa memegang pinggiran ranjang kayu di kamar itu. Tak lama kemudian Dewi pun orgasme. Haryadi mengetahui Dewi sudah orgasme dan menjauh dari liang yang ia oral itu. Tubuh Dewi basah bersimbah keringat dan lemah. Haryadi kemudian naik kearah dada Dewi ingin kembali membangkitkan gairah Dewi yang mulai kendor tadi. Ia menyiapkan diri untuk memasuki tubuh Dewi namun saat itu gadis itu sudah orgasme. Belaian dan rabaan Haryadi membuahkan hasil. Dewi kembali bangkit gairahnya dan siap untuk menerima hujaman kemaluan Haryadi. Secara bertahap Haryadi mulai meretas jalan bagi kemaluannya untuk masuk ke liang sempit milik Dewi. Perlahan ia tahan kedua paha Dewi dengan kedua tangannya agar gampang masuknya.


Tak sulit memang untuk masuk ke liang milik Dewi karena memang sebelumnya sudah tak perawan lagi dan sering digunakan Pak Nur yang memiliki kemaluan yang panjang dan besar, berbeda dengan milik Haryadi. Perlahan Haryadi memasuki dan memaju mundurkan kemaluannya. Hujaman perlahan dan penuh perasaan itu membuat Dewi seolah terbakar birahi. Dewi menatap kearah Haryadi yang sibuk maju mundurkan kelaminya. Persetubuhan itu berlangsung beberapa saat hingga akhirnya Haryadi pun muncrat di dalam kewanitaan Dewi. Ia tak sanggup untuk mengeluarkannya di luar rahim. Tubuhnya langsung lemas dan jatuh menimpa tubuh mulus Dewi. Kini hanya nafasnya yang terdengar begitu juga Dewi.


Malam itu, Haryadi sudah melepaskan birahinya ke tubuh Dewi. Terbayarlah sudah nafsu yang ia tahan selama di pulau itu. Ia pun tertidur pagi harinya di saat terdengar kokok ayam jantan. Haryadi tak menemukan Dewi di sampingnya. Ia lalu keluar kamar dan bertemu pak Nur.Dengan senyum Pak Nur menanyakan bagaimana pelayanan Dewi. Dengan sedikit malu Haryadi menjawab bahwa ia sudah puas dan berterima kasih pada Pak Nur. Pak Nur pun menawarkan pada Haryadi jika mau, Dewi bisa saja ia bawa ke rumah dinasnya, namun Haryadi menolak dengan halus, takut nanti pergunjingan orang di base campnya itu. Namun Pak Nur menjamin bahwa selama di pulau itu ia yang akan jamin akan baik baik saja, namun hari itu, Haryadi belum memberikan jawabanya. Kemudian mereka berdua kembali dari desa itu.


Beberapa minggu kemudian Haryadi pun libur ke Jakarta selama seminggu untuk bertemu keluarganya. Selama di Jakarta, Haryadi dan Vira istrinya tak melewatkan kebersamaan di ranjang, namun sekembalinya dari pulau itu, Vira merasakan sikap Haryadi yang berubah juga dengan dalam menunaikan kewajibannya sebagai suami istri. Biasanya Vira bisa mendapatkan kepuasan jika berhubungan badan dengan suaminya itu, namun kini ia tak mendapatkannya. Perubahan itu membuat Vira curiga dan ingin tahu lebih banyak tentang aktifitas suaminya di Mentawai. Memang sebenarnya Haryadi selalu menjalin hubungan dengan Dewi semenjak ia melakukan hubungan dengan Dewi di pulau itu hampir setiap ada kesempatan Haryadi selalu minta Pak Nur mengantarnya ke desa untuk bertemu Dewi. Haryadi seolah telah jatuh cinta dengan wanita pulau itu.


Sebagai istri, Vira tahu benar apa yang berubah dari sikap suaminya dan kebiasaannya. Kebetulan saat ini Vira sedang menunggu penempatannya sebagai PNS makanya ia tak merasa keberatan ingin ikut suaminya ke Mentawai, apalagi saat pertama kali ke pulau Haryadi sudah menawari Vira ikut ke pulau untuk melihat pantai dan alamnya. Dengan alasan itu Vira ingin ikut suaminya. Awalnya Haryadi menolak keinginan istrinya itu, namun ia kuatir akan menambah penasaran hati Vira, maka ia pun mengijinkannya. Sesampai di Padang mereka istirahat sebentar di sebuah hotel karena kapal yang akan mengangkut mereka berangkat malam nanti. Kebetulan saat itu cuaca agak sedikit buruk. Sore itu mereka pun chek out dari hotel dan sudah berada di pelabuhan Muaro Padang. Suami istri ini pun bersiap siap menaiki kapal karena tiket sudah mereka dapatkan. Mereka berdua pun mendapatkan kelas bisnis dan menempati sebuah kamar di kapal motor itu menuju Mentawai. Selama di atas kapal tampak ketegangan di wajah Vira karena ke pulau itu tak serumit itu. Meski ia amat senang dengan perjalanan laut namun kondisi cuaca dan ombak yang menghempas kapal membuatnya cemas. Namun karena saat itu ia berada bersama suaminya kekuatiran itu bisa ia atasi.


Malam itu pun dimanfaatkan suami istri itu untuk memadu kasih di kamar kapal itu. Dimulai dengan mengulum bibir istrinya dan disambut Vira dengan amat bernafsu sebab sudah lama ia menginginkan saat saat seperti itu bersama suami tercinta. Kuluman demi kuluman dan rabaan tangan Haryadi di dada Vira istrinya terus ia lakukan. Vira pun akhirnya menuruti semua perbuatan suaminya itu. Goyangan kapal tak menghentikan perbuatan suami istri ini. Perlahan tapi pasti elusan rabaan tangan Haryadi mampu membuat Vira melepaskan busana atasnya hingga tersisa Bh nya dan masih memakai celana panjang.


Tubuh putih mulusnya dan rambut sebahunya seolah menambah pembakaran birahi Haryadi suaminya. Cupangan dan kuluman Haryadi pun singgah di dada dan perut istrinya yang cantik itu. Begitupun Vira tak tinggal diam sebagai istri ia pun berusaha membalas dan memberikan pelayanan terbaik kepada suaminya. Kedua tubuh suami istri itu akhirnya sama sama bugil dan menampakkan wujud sebagai pasangan resmi yang akan menunaikan kebersamaan ragawi.


Tanpa penolakan dan penghalang lagi, keduanya mulai saling memberikan peluang. Vira membuka kedua pahanya yang putih dan kakinya yang panjang itu agar suaminya mendapat akses yang mereka inginkan.Tanpa menunggu lama Haryadi mulai memasuki liang kewanitaan istrinya yang sempit dan belum pernah melahirkan itu. Saat saat itu amat memberi moment yang syahdu bagi keduanya. Apalagi goyangan kapal yang di hempas ombak mampu menambah percikan birahi mereka berdua. Di saat penis Haryadi sudah berada di dalam jepitan vagina Vira dan dalam gerakan maju mundur, Vira merasakan ada yang lain dari aktifitas suaminya itu. Haryadi tiba tiba bergerak melambat dan menumpahkan spermanya di dalam rahimnya.Vira merasa kecewa, sebab ia masih ingin merasakan persenggamaan itu berlangsung agak lama hingga ia mencapai orgasme seperti di saat awal awal mereka menikah dulu. Vira merasakan perbedaan suaminya itu,semenjak bertugas di pulau itu. Dengan memendam kekecewaan yang dalam Vira tidak memberikan nada protes kepada suaminya itu. Ia hanya diam dan bangun dari tidurnya menuju kamar mandi di kamar itu.


Di kamar mandi Vira membersihkan tubuhnya dan kembali ke dalam kamar dan berpakaian. Ia langsung rebah di samping suaminya. Hingga paginya menjelang kapal bersandar di pelabuhan Tua Pejat, Vira masih memendam rasa penasarannya itu. Haryadi tidak merasakan perbedaan yang terjadi pada dirinya itu. Malah ia merasa senang kembali bisa sampai di pulau itu dan menyusun rencana untuk bertemu Dewi. Ia merasa kan Dewi amat bisa menentramkan dirinya. Di pelabuhan Tua Pejat, Haryadi dan Vira dengan dua buah ojek menuju ke rumahnya.Vira merasa kan memang alam Mentawai amat romantis dan cantik. Dalam perjalanan menuju rumah ia merasa sedikit asing sebab dari pelabuhan menuju rumahnya agak jauh dan menempuh jalan yang tidak mulus dan terbuat dari kerikil tak diaspal. Sesampai di rumahnya Haryadi, menghubungi Pak Nur.


Saat dalam rumah, Vira merasakan agak rikuh sebab ia tak menduga sama sekali kehidupan di pulau itu, amat sederhana dan tidak seperti di kota besar seperti Jakarta. Sebagai istri dan nantinya ia juga akan bertugas di daerah, ia harus bisa menerima kondisi dan suasana seperti itu. Memang amat jauh jika di bandingkan dengan kehidupannya di Jakarta yang serba tersedia, baik itu rumah, mobil, atau perlatan dapur semua sudah tersedia. Selama perjalanan tadi Vira hanya menemukan satu salon kecantikan, itupun dia lihat tak layak. Rumah yang ditempati suaminya pun cukup sederhana dan dari beberapa rumah lain yang masih kosong dan tampaknya di sekitarnya hanya inilah yang berpenghuni, apalagi ditumbuhi pohon pohon kelapa, jadi rumah itu tidak panas kalau siang hari dan amat sejuk. Beberapa waktu kemudian, terdengar suara sepeda motor berhenti di depan rumahnya. Haryadi, suaminya bilang itu Pak Nur datang, Sambil membukakan pintu, Haryadi menyilahkan Pak Nur masuk, sambil bersalaman dan berbasa basi, Pak Nur pun duduk di ruang tamu rumahnya sambil berkata-kata


"Pak Haryadi kesini bersama Ibu..apa iya?"

"O...ya..sebentar istri saya sedang di kamar Pak.." jawab Haryadi.Sambil memanggil istrinya dan masuk ke kamar.


Tak lama kemudian mereka keluar kamar berdua. Tampak Vira keluar bersama Haryadi. Pak Nur terkejut saat Haryadi mengenalkan istrinya.


"Ini Pak Nur Vir!"


dengan sedikit senyum Vira mengulurkan tangannya pada Pak Nur.


"Vira..." sambil mengucapkan namanya, begitu juga Pak Nur juga mengenalkan dirinya.


Pak Nur tak menyangka bahwa Haryadi memiliki seorang istri yang amat cantik, baik, berpendidikan dan juga rendah hati. Di saat itu, Vira keluar kamar bersama suaminya mengenakan baju kaos putih dan celana pendek 3/4 yang menampakkan kemulusan kulit dan betisnya yang sangat putih dan bercahaya karena terawat. Saat itu Pak Nur teringat akan kecantikan Dokter Reisa yang dulu pernah dekat dengannya. Apalagi saat itu sosok Vira amat porposional sekali dan mirip artis ibukota. Saat itu Vira mengenakan kaos putih dan membayang bhnya yang putih dan kulit mulusnya. Pak Nur terpancing untuk menghayalkan hal yang tak pantas bagi Vira saat itu. Namun khayalannya terputus di saat Haryadi bilang kepada Vira bahwa Pak Nur inilah orang yang di tuakan dan banyak membantunya selama di pulau ini.


Dengan merendah Pak Nur pun bilang bahwa Pak Haryadi pun banyak membantunya dan meringankan beban masyarakat di pulau itu dengan adanya proyek yang di kerjakannya di desanya. Sambil beramah tamah keakraban di antara mereka semakin terjalin dan pada akhir pertemuan itu Pak Nur pun berjanji akan mengenalkan istrinya dan minta istrinya untuk menemani Vira disaat Haryadi bertugas ke proyek di pedalaman pulau. Tak sulit untuk beradaptasi dengan kehidupan barunya di pulau itu meski Vira berencana hanya untuk sementara menjelang Sk nya sebagai tenaga medis turun dan ditempatkan di suatu daerah. Keakraban Vira dan Bu Nur sedikit banyak mempengaruhi pikiran Vira bahwa tugas suaminya di pulau itu amat berat apalagi melihat medan yang amat sulit ditempuh dengan menggunakan perahu masuk ke pedalaman dan tinggal di base camp berhari hari.


Untuk mengisi kekosongan waktunya Vira sering bertandang ke rumah Pak Nur dan terkadang dengan sukarela membantu tugas Bu Nur di puskesmas, apalagi Vira juga seorang dokter. Jadi tidaklah sulit baginya menyesuaikan diri, meski awalnya berat dikarenakan Vira biasa hidup di kota besar dan segala sesuatunya serba berkecukupan. Bu Nur pun amat senang Vira dapat membantu tugas tugasnya yang terasa agak berat sejak di tinggalkan Reisa. Padahal Bu Nur amat berharap Reisa akan menetap di pulau itu.Namun sejak hadirnya Vira, Bu Nur tak kerepotan lagi meski hanya sementara. Di saat saat waktu senggangnya pas Haryadi sudah pulang dari base camp amat membuat Vir gembira sebab ia sering diajak Haryadi jalan ke pantai atau terkadang di bantu Pak Nur berjalan ke pedalaman dengan menggunakan perahu.


Terkadang mereka menghabiskan waktu di pantai dan Bu Nur bersama Vira menyuguhkan hidangan barbeque kesukaan Haryadi. Itulah rutinitas Vira sejak di pulau bersama suaminya. Kini Vira sudah dapat menganggap keluarga Bu Nur sebagai keluarganya meski mereka berbeda suku dan keyakinan. Tak jarang Vira tidur di rumah Bu Nur saat suaminya ke base camp. Bu Nur pun amat concernt dengan keyakinan Vira yang juga taat dalam beribadah meski pun tak terlalu fanatik  pandangannya, mungkin karena Vira terbiasa hidup di kota besar dan terpelajar. Tak jarang Bu Nur mengingatkan Vira di saat waktu untuk beribadah datang kepadanya.


Terkadang Bu Nur sendiri yang tidur di rumah Vira untuk menemani ibu muda itu. Atau jika ada halangan Bu Nur pun minta anak atau Pak Nur yang menemani karena suasana rumah Vira yang agak jauh dan belum ada tetangga itu. Dan semua itu amat membahagiakan Vira selama di pulau itu. Haryadi sendiri tak lagi kuatir jika ia meninggalkan istrinya untuk beberapa hari karena sudah ada yang menjaga dan menemani. Lagipula selama ia ke base camp, Haryadi selalu mendatangi tempat tinggal Dewi untuk memadu kasih berdua dan akhirnya tanpa sepengetahuan Vira, diam diam Haryadi sudah menikah secara adat dengan Dewi dengan di saksikan Pak Nur karena hubungan mereka yang sudah semakin dekat. Mereka menikah secara adat karena keyakinan mereka berdua berbeda, namun bagi Pak Nur dan orang tua Dewi tak Mempermasalahkan- nya.


Yang penting anak mereka sudah memiliki pendamping. Semua rahasia Haryadi di pegang Pak Nur dan Bu Nur agar Vira tak mengetahuinya.


Seringnya Vira tidur di rumah Bu Nur dan juga sebaliknya, membuat hubungan mereka semakin erat dan tak jarang mereka berbincang masalah keluarga mereka, baik mengenai keuangan, sex dan kebiasaan pasangannya. Sejauh ini Bu Nur masih bisa mengikuti dan mendengar keluh kesah Vira yang merasa sikap Haryadi yang agak berubah dan sudah jarang memberinya nafkah bathin. Vira berani bicara mengenai itu karena ia amat percaya pada Bu Nur. Dan dengan sikap keibuan Bu Nur pun memberikan nasehat dan saran agar Vira tak merasa curiga pada suaminya. Suatu malam saat Vira menginap di rumah Bu Nur, matanya tak bisa tidur karena adanya aktifitas di kamar Bu Nur Malam itu Pak Nur sedang menunaikan tugasnya sebagai suami istri. Vira mendengar dengus dan lirihan nafas juga erangan Bu Nur disaat menanti orgasme juga saat Pak Nur menggumuli istrinya.


Erangan dan dengusan suami istri itu seakan memancing Vira untuk mengingat suaminya. Sebagai wanita yang sudah menikah ia tahu persis makna suara suara itu dan saat Bu Nur orgasme. Ia terbayang jika Pak Nur memang masih perkasa, dan kuat. Ia tak menyangka jika dengan sosok yang agak kurus dan sudah paroh baya itu, Pak Nur masih mampu memberikan kepuasan pada Bu Nur. Berbeda dengan dirinya yang kini sudah mulai jarang mendapatkan siraman bathin dari suaminya. Padahal malam malam itu Vira amat butuh belaian dan gumulan suaminya. Pagi disaat bangun dan keluar kamar, ia bertemu Pak Nur yang juga keluar kamar.


"Sudah bangun ya Bu Vira?"sapanya.

"Ia pak" jawab Vira,

"Bu Nur mana Pak?" tanya Vira lagi.

"O...ibu lagi mandi.." terang Pak Nur yang saat itu terlihat amat cerah dan gembira.


Bagaimanapun Pak Nur tahu Vira pasti mendengar dengan jelas kejadian ia dan istrinya malam itu. Namun seolah tak ada apa apa, Pak Nur berlalu dan keluar rumah. Tak lama Bu Nur masuk ke rumah dan dengan rambut yang basah sehabis mandi bertemu Vira. Dengan senyum ia menyapa Vira. Vira seakan merasa iri dengan kebahagiaan pasangan itu. Setelah makan dan mandi pagi itu, Vira pun berangkat ke puskesmas dengan Bu Nur.


Saat waktu agak longgar, Vira pun banyak bertanya tentang rumah tangga pada Bu Nur. Dengan lugas Bu Nur bercerita bahwa suaminya dari pertama kawin sudah begitu dan tak pernah bosan padanya, malah ia yang kewalahan memenuhi keinginan Pak Nur. Dalam hati Vira, berkata alangkah bahagianya Bu Nur ini, seandainya Haryadi seperti Pak Nur alangkah senangnya ia, gumannya dalam hati. Bu Nur tahu kegelisahan Vira dan malam tadi ia dan suami sengaja memancing Vira agar Vira mau membuka rahasianya. Semua itu dilakukan suami istri itu, karena Pak Nur menaruh minat juga pada istri Haryadi itu. Apalagi kini Haryadi juga memiliki seorang wanita di pedalaman. Pak Nur ingin Vira bisa lebih dekat lagi dengannya, dan dengan bantuan Bu Nur istrinya semua itu bisa berjalan. Bagi Bu Nur jika Vira sudah dekat dengan suaminya, maka tugasnya beratnya di ranjang akan sedikit berkurang.


Tanpa sepengetahuan Vira pun ketika Vira menginap di rumah Pak Nur, tak luput dari intaian dari mata Pak Nur, namun Pak Nur masih menahannya dan tak heran jika Pak Nur bersebadan dengan istrinya ia selalu membayangkan Vira yang ia gumuli. Wanita istri Haryadi itu amat membuat Pak Nur kembali bergairah sejak di tinggalkan dokter Reisa. Ia masih merasa segan dan menghormati Haryadi makanya ia hanya masih belum merealisasikannya. Padahal dengan sedikit ilmu sebagai ketua adat yang ia miliki bisa saja Vira bertekuk lutut padanya. Sejauh ini pak Nur belum memakainya. Semakin hari Haryadi semakin asik tinggal di base camp dan sering menginap di rumah Dewi. Ia seakan lupa istrinya ia titip di rumah dinasnya bersama keluarga Pak Nur.


Ia percaya istrinya akan baik baik saja disana. Padahal Vira selama di pulau itu merasa amat tak tentram karena suaminya tak selalu berada di sampingnya. Haryadi hanya menemaninya jika akhir minggu dan waktu libur mereka habiskan untuk ke Padang dan membeli keperluan juga perawatan tubuhnya. Sedangkan untuk waktu berdua duaan dan berhubungan suami istri mereka lakukan namun tak membuat Vira puas, Haryadi hanya sebatas menunaikan kewajibannya saja. Bagi Vira kondisi itu masih dalam batas toleransinya apalagi dia seorang dokter tentu merasakan juga beban berat pekerjaan suaminya selama di pedalaman, padahal selama ini suaminya sudah mendapatkan pengganti dirinya di sana.


Haryadi seakan tak memperdulikan istrinya yang cantik dan masih membutuhkannya itu. Apalagi disaat saat malam menjelang tak ada kegiatan yang bisa Vira lakukan selain hanya mengutak atik notebooknya. Dan syukurlah selama itu,ia juga merasa terhibur oleh anak anak Pak Nur yang sering menemaninya di rumah terkadang jalan jalan di pantai atau kalau ada waktu ia juga ditemani Bu Nur. Namun akhir akhir ini Bu Nur tidak bisa lagi menemaninya jalan jalan sore karena anak anaknya butuh di asuh Bu Nur dan semakin rewel. Terkadang ia terpaksa minta bantuan Pak Nur untuk sekedar menemaninya ke pantai atau pulang ke rumah jika pulang dari rumah Bu Nur. Perlahan keakraban Vira dan Pak Nur semakin terjalin sesuai yang di rencanakan Bu Nur dan suaminya itu.


Vira tak malu lagi minta dibonceng pulang atau jalan ke pasar untuk membeli kebutuhannya.Pak Nur semakin senang sebab rencananya mulai berjalan lancar, dan sedikit demi sedikit ia pun mulai menggunakan sedikit ilmu pemikatnya. Padahal awal awal dulu dikenalkan suaminya kepada Pak Nur, Vira amat takut dan sedikit kuatir melihat sosoknya yang seperti patung hidup. Sebab selain memang Pak Nur kurang begitu bersih, kulitnya juga dihiasi tatto yang menegaskan bahwa ia adalah seorang laki laki tetua dan di segani di lingkungan pulau itu. Namun karena kebaikan dan pendekatan oleh Haryadi dan penerimaan Vira terhadap sikap bersahabat keluarga itu membuatnya yakin jika Pak Nur amat baik apalagi ia juga sering bermalam di rumah kayu miliknya. Yah meski rumah itu hanya di sekat oleh bilik bilik kayu. Namun Vira merasakan nuansa alami yang belum pernah ia dapatkan di kota Jakarta.


Selama ini ia tak merasakan adanya kesan di buat buat dari sikap keluarga Pak Nur ini. Ia dengan senang hati juga membantu keluarga Pak Nur jika kekurangan finansial. Kesan keakraban diantara merekalah yang membuat Vira kerasan di pulau itu, meski sering di tinggal suaminya. Sedangkan suaminya di pedalaman dengan seenakknya tidur dan bermesraan bersama Dewi. Haryadi tidak lagi mengingat Vira jika sudah bersama Dewi. Ia seakan terperangkap dan lupa pada statusnya yang sudah menikah dan memiliki seorang wanita yang sangat cantik dan setia. Vira pun seakan larut dengan kegiatannya bersama Bu Nur dan sering bermain main dengan anak anak Bu Nur di rumah Bu Nur. Terkadang baru malamnya ia pulang ke rumahnya diantar Pak Nur. Dan setiap hari Pak Nur sudah punya tugas untuk menjemput dan mengantarnya pulang Vira terkadang diantar Bu Nur.


Bu Nur sering bercerita kepada Vira tentang keindahan alam di hutan bakau dan pedalaman pulau itu. Cerita cerita Bu Nur mampu menghilangkan kegelisahan Vira dan pernah diajak Bu Nur untuk ke desa Pak Nur. Sesuai rencana, maka mereka pun berangkat dengan menumpang perahu yang di dayung Pak Nur dengan di bantu pemuda kampung itu. 2 jam perjalanan menggunakan perahu akhirnya mereka sampai di desa itu. Pak Nur dan istrinya juga anak-anaknya berikut Vira menuju rumah panggung milik Pak Nur. Di sana mereka langsung naik ke rumah dan disambut beberapa orang wanita yang salah satunya adalah Dewi. Siang itu juga Pak Nur menyuruh sesorang memanggil Haryadi ke base camp yang tidak jauh dari desa itu. Sorenya, Haryadi sampai juga di rumah Pak Nur.


Dengan sedikit kode dari Pak Nur bahwa semuanya aman, Haryadi pun menyambut Vira dengan mesra. Vira tak tahu bahwa di dekatnya ada Dewi wanita istri simpanan suaminya. Setelah mencicipi makanan yang di suguhkan keluarga Pak Nur, akhirnya Vira diajak jalan jalan keliling rumah oleh suaminya. Saat berjalan jalan itu, Vira melihat beberapa rumah panggung masyarakat desa itu banyak memelihara babi. Vira sempat kaget karena merasa kesehatan masyarakat desa itu bisa terganggu jika di bawah rumah mereka ada ternak babi. Namun Haryadi menerangkan bahwa bagi masyarakat di desa tersebut adalah wujud dari status sosialnya. Vira pun mengerti karena diberi tahu suaminya dan dengan hati hati Haryadi pun bilang bahwa daging yang mereka makan tadi adalah daging hewan tersebut. Saat itu Vira langsung kaget dan shock. Ia tak mengira makanan yang ia makan itu daging babi. Dengan masih shock ia ingin memuntahkan semuanya sambil berkata..


"itukan haram bagi kita mas.."

"tak apa apa koq..kan bisa mendongkrak gairah nanti malam." Jawab Haryadi enteng sambil mengamit pinggang istrinya.


Dengan sentakan sedikit Vira berusaha menjauh dan tampak sebel dengan kelakuan suaminya itu. Memang kerinduan Vira kepada belaian suaminya malam itu tersalurkan. Makanan sore tadi sedikit banyak membantu meningkatkan libido mereka berdua. Di dalam kamar rumah panggung milik Pak Nur itu.


Di ranjang kayu yang sama juga Haryadi kembali menggumuli istrinya, biasanya ranjang itu ia gunakan bersama Dewi. Namun Haryadi tampaknya tak mampu berhubungan secara optimal. Ia seakan tak mampu memuaskan istrinya karena bayangan Dewi selalu muncul dan mengganggu konsentrasinya, padahal Vira sudah siap juga karena pengaruh makanan yang ia makan. Kekecewaan kembali mendera Vira. Ia hanya mampu membalikkan tubuhnya yang telanjang ke arah dinding kayu kamar itu. Tubuh putih mulusnya masih dibasahi keringat yang seakan siap menjalankan kewajibannya malam itu bersama suaminya. Di balik kamar itu, tanpa sepengetahuan Vira, Pak Nur intens menyaksikan kegiatan suami istri itu dengan antusias. Ia dapat menyaksikan secara keseluruhan anatomi tubuh Vira dengan bebas tanpa ada hambatan.


Bu Nur saat itu sudah tertidur dengan lelap karena kecapaian siang tadi menyiapkan makanan untuk tamunya itu. Dengan seksama Pak Nur menyaksikan kehalusan dan kesintalan tubuh Vira. Sungguh amat cantik dan mulus kulit tubuhnya. Pak Nur semakin ingin juga merasakan kehangatan tubuh Vira. Dan dari kegiatan di kamar itu malam itu, ia yakin bisa mengisi kekosongan dalam diri Vira. Pagi harinya, merekapun bersiap siap pulang. Begitu juga Haryadi akan kembali ke base camp. Ia mengantar Vira ke atas perahu bersama Pak Nur sekeluarga dan berpesan untuk hati hati di jalan. Dalam hatinya Haryadi gembira sekali istrinya cepat cepat pulang. Ia pun memanfaatkan kesempatan itu untuk kembali mendatangi Dewi. Sesampai di rumahnya Virapun kembali kepada rutinitasnya bermain main dengan anak Bu Nur yang kecil dan lucu itu.


Dalam keasikannya itu ia selalu dipantau Pak Nur. Pak Nur seakan merasa tak lama lagi Vira akan jatuh ke dalam pelukannya.tak sulit memang baginya. Pak Nur tahu kegundahan hati Vira saat itu yang ditutupinya dengan bermain main dengan anak anak Pak Nur. Bu Nur pun memanggil Vira dan mengajaknya makan di rumah itu karena baru saja masak. Tanpa sungkan lagi Vira pun memenuhi ajakan Bu Nur itu dan makan bersama. Di meja makan itu, Pak Nur berinisiatif membuka perbincangan. Ia ada rencana untuk ke daerah yang amat bagus pemandangan hutan bakaunya, tak hanya akan melihat pantai. Jika Vira berminat ia boleh ikut. Buru buru Bu Nur bilang bahwa ia tak bisa ikut karena ada petugas di puskesmas yang akan datang.


Tanpa berpikir panjang Vira menyetujui untuk ikut karena untuk mengisi kekosongan waktunya. Apalagi suaminya baru pulang 4 hari lagi. Pagi esoknya  pak Nur bersiap siap dengan perahunya dan hanya Vira sendiri yang ikut karena Bu Nur tak bisa ikut. Mereka akan ke daerah yang dikatakan Pak Nur itu hanya berdua saja dan  sorenya mereka kembali pulang. Virapun menyiapkan makanan kecil yang ia bawa dari rumahnya. Selama perjalanan dengan perahu itu, Vira amat antusias melihat hutan bakau dan sungai yang tenang.


Tak ada hawa panas di sana, yang ada hanya bunyi hewan hewan seperti burung dan kera. Cahaya matahari menembus sela sela pohon bakau. Ketenangan amat dirasakan Vira dengan segenap jiwanya untuk menghalau kegundahan hatinya. Ia amat bersyukur ada seseorang yang mau menemaninya jalan jalan seperti ini. Iapun mulai simpati kepada Pak Nur yang saat itu ada pekerjaan namun masih mau mengajaknya ke desa pedalaman. Vira merasa mendapatkan tempat untuk menghilangkan segala keluh kesahnya selama di pulau itu. Dalam keasikan dan ketenangan suasana air sungai di tengah hutan bakau itu, tiba tiba Vira terkaget kaget melihat 2 ekor buaya yang sedang kawin.


Dengan mengayuh perahu dengan perlahan lahan akhirnya menjauh dari buaya yang sedang kawin itu. Tak terasa akhirnya mereka sampailah di daerah yang yang dituju. Perahu dirapatkan Pak Nur ke pinggiran sungai dan mengikatkan talinya pada sebuah kayu yang biasa digunakan nelayan untuk menambatkan perahu mereka. Tempat itu mirip pelabuhan kecil namun terlihat sepi.


Pak Nur turun duluan dan dari atas tangga ia berusaha membimbing  tangan Vira agar jangan sampai terpeleset ke dalam sungai. Dengan genggaman yang kokoh Pak Nur meraih tangan Vira yang lembut dan halus itu. Ups....akhirnya kaki Vira menginjak papan kayu di pinggir sungai itu. Vira menaiki anak tangga dan berjalan ke daratan, sedang Pak Nur mengemasi perbekalan yang berada di atas perahu. Sesampai di desa itu, memang penduduknya masih jarang dan Vira dapat menduga bahwa desa itu amat indah dan masih alami. Ia hirup udaranya sedalam dalamnya. Udaranya masih segar dan kicauan burung burung yang saling bersahutan. Kemudian mereka berdua memasuki desa dan bertemu warga desa yang sedang beraktifitas siang itu. Saat itu jam di tangan Vira menunjukkan pukul 12 lewat 15, namun ia tak melihat satu tempat yang bisa ia gunakan untuk beribadah. Ia hanya melihat beberapa pondok kayu yang atapnya bertanda salib. Tanpa bertanya ia tahu itu adalah tempat beribadah umat di daerah itu. Desa itu amat sederhana dan warganya juga tak banyak. Desa itu lebih tepatnya sering digunakan oleh misionaris untuk beristirahat. Namun sebahagian lagi warganya lebih banyak berdiam  di hutan untuk berburu babi dan ikan. Jadi terlihat banyak gubuk gubuk yang memang ditinggalkan mereka. Pak Nur dan Vira terus memasuki desa, namun yang terlihat hanya hutan kecil dan tak terlihat warganya. Di suatu gubuk kosong mereka berhenti untuk beristirahat.


"Ini gubuk siapa Pak..?" tanya Vira.


Pak Nur bilang dulu gubuk ini dibikin oleh seorang missionaris yang singgah di desa ini, namun karena sang missionaris sudah menetap di desa lain maka gubuk ini dibiarkan tinggal. Namun sering digunakan oleh para pendatang untuk beristirahat...terang Pak Nur.


"Bapak sering kemari?' tanya Vira lagi.

"Yah sering juga, paling mencari hewan buruan ..Pak haryadi juga pernah saya ajak ke sini Bu" jawab Pak Nur,

"Malah Pak Haryadi juga bermalam di gubuk ini, selain bersih di gubuk ini cukup aman Bu" terangnya lagi.


Vira semakin faham akan keterangan pak Nur itu. Setelah meletakkan pebekalannya, ia berjalan keliling gubuk yang masih kuat dan bersih itu. Sementara pak Nur sibuk membersihkan isi dalam gubuk. Sambil mengamati hutan dan memotret burung-burung Vira tampak asik dengan alamnya.


Merasa perutnya mulai keroncongan, Vira pun masuk ke gubuk dan mencari makanan yang ia bawa. Namun tak ia duga Pak Nur sudah membawakannya buah buahan juga makanan yang ia beli di dalam desa dari penduduk. Kemudian mereka berdua makan dengan lahapnya. Pak Nur dan Vira pun amat menikamati hidangan yang di beli Pak Nur. Apalagi saat itu hawa di tempat mereka berteduh amat sejuk dan semilir angin hutan.


"Enak ya pak di daerah sini, selain pemandangannya bagus juga udaranya masih segar" kata Vira.


"Ya Bu, makanya kami sebagai pemuka daerah ini berusaha sebisa mungkin agar alam di pulau ini terpelihara terus. Kami tak ingin nanti hutan ini di rusak orang orang tak bertanggung jawab Bu" jawab Pak Nur.


Vira menganggukkan kepalanya mendengar dengan penuh antusias perkataan laki laki tua itu. Ia amat suka alam di desa ini dan di lubuk hatinya ingin berlama lama di daerah itu. Vira sudah bosan melihat kesemrawutan kehidupan di kota. Sejenak ia dapat melupakan kegundahan dan kekesalan pada suaminya Haryadi. Selain itu ia amat salut dan kagum akan sikap dan tanggung jawab Pak Nur yang merupakan putra daerah tersebut. Lambat laun ia merasakan Pak Nur amat berkharisma dan memiliki magnet yang enak diajak berbincang karena ia mengusai berbagai topik yang ditanyakannya. Kini Vira merasa mendapatkan orang yang tepat untuk diajak diskusi dan bertukar pendapat baik mengenai alam, pekerjaan dan juga masalah keluarga. Vira tak lagi memikirkan bahwa Pak Nur yang jorok, kampungan, dan juga berbeda suku juga agama dengannya akan mampu membuatnya betah bertanya tentang berbagai hal.


Meski Pak Nur asli daerah itu dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan akan mampu mengusai berbagai hal. Sepertinya tak sebanding dengan pendidikannya yang mungkin jauh dari cukup ditunjang keadaan pulau yang boleh dibilang agak terbelakang itu. Mungkin orang kebanyakan akan merasa jijik, jorok dan takut jika berdekatan dengannya, namun bagi Vira semua itu bukan masalah yang penting baginya saat itu adalah pak Nur bisa memenuhi harapannya untuk menemaninya jalan jalan kepelosok pedalaman dengan sukarela dan melindungi dirinya.


Setelah makan dan perut mereka kenyang dengan makanan yang di beli Pak Nur, Vira kembali ke aktifitasnya memotret apa saja objek yang menarik hatinya dan ada nilai keindahan. Tak luput dari objek potretannya adalah Pak Nur. Pak Nur pun dengan senang hati menuruti apa yang di minta Vira sebab ia ingin Vira terlihat senang dan gembira, apalagi ia juga mulai merasakan adanya perhatian Vira padanya. Pak Nur pun menunggu waktu yang tepat untuk mendapatkan Vira. Saat itu Vira sudah dekat secara personal dengannya. Dan itu tak lama lagi, bisik hati Pak Nur. Vira pun asik minta dipotret Pak Nur dan dengan terkadang mereka juga mengabadikan foto mereka berdua dengan memakai remote otomatis. Terkadang Vira lepas kontrol dengan berpelukan pada bahu pak Nur seolah itu suaminya. Terkadang mereka mengabadikan saat Vira di gendong Pak Nur bak pasangan yang sedang kasmaran.


Pak Nur sadar itu adalah spontanitas Vira yang tak didapatnya dengan Haryadi yang masih berada di base camp. Sebagai laki laki Pak Nur juga amat suka di perlakukan seperti itu. Apalagi ia juga sempat memeluk tubuh sintal, putih, dan harum milik Vira. Ia menikmati saat keasikan itu dan bagi Vira itu adalah kali pertama ia dengan spontan melepas tawa, canda dan kemesraan dengan laki laki lain. Vira merasa Pak Nur bukanlah orang asing lagi. Tak jarang anak anak rambut Vira menyapu wajahnya. Vira tak sungkan sungkan lagi memeluk tubuh kurus penuh tato dan bau itu. Sebagai wanita terpelajar dan dewasa ia tak mempermasahkannya lagi. Keasikan hari itu harus berakhir karena hari mulai sore dan awan hitam mulai tampak, pak Nur mengingatkan Vira untuk segera kembali agar tidak terlalu malam dan kehujanan di tengah hutan itu. Dengan sedikit kecewa Vira menyetujui saran Pak Nur untuk balik ke desa mereka. Namun belum sempat mereka mengemasi peralatan, tiba tiba petir menyambar dan angin kencang menyapu tempat mereka berada. Saking terkejutnya Vira saat itu ia menghambur memeluk.


"Awwww....Pak!,,,,,,aku takut Pak..!"

"Tenang Bu,,,tenang" Jawab pak Nur yang saat itu di peluk dengan erat oleh Vira.


Saat di peluk Vira pak Nur nyata sekali merasakan gundukan dada sekal milik wanita itu. Namun tak ingin dianggap kurang ajar Pak Nur pun berusaha sedikit merenggangkan pelukannya dan menarik tangan Vira. Dengan sedikit berlari pak Nur membimbing Vira masuk ke gubuk itu.


Tak lama hujan turun dengan deras dan angin kencang seolah ingin menghantam gubuk itu. Di dalam gubuk itu mereka berteduh dari guyuran hujan di luar halamannya. Untunglah mereka tidak sempat basah oleh air hujan, pada sebuah tempat duduk dari kayu panjang mereka duduk. Vira duduk di samping Pak Nur. Ia amat kaget mendengar petir tadi dan wajahnya pucat karena masih kaget. Lalu Pak Nur berdiri dan mengambil air minum yang telah ia sediakan siang tadi. Ia tuangkan air minum pada sebuah gelas yang telah ia sediakan. Air itu ia serahkan kepada Vira.


"minumlah dulu Bu" katanya sambil menyerahkan gelas pada Vira.


Buru buru Vira meraih gelas itu dengan gugup dan langsung meminumnya. Air di gelas itu ia minum hingga tandas dan menyerahkan kembali gelas kosong pada Pak Nur.


"terima kasih ya Pak, bapak baik sekali" katanya.

"Sudahlah Bu,,,biasa saja lah,,,saya juga sama dengan ibu, manusia biasa" jawab pak Nur.


Lalu pak Nur meletakkan gelas pada sebuah meja. Sebelum kembali ke dekat Vira, pak Nur mengambilkan sebuah sweater yang tadi kenakan Vira saat berangkat. Masih tercium bau wangi parfum Vira yang melekat di sweater itu. Ia menyerahkan sweater itu pada Vira untuk dipakai karena udara semakin dingin. pak Nur kembali duduk di samping Vira karena hanya itu satu satunya tempat duduk yang ada di gubuk dan sebuah dipan kayu yang masih beralaskan tikar pandan yang masih bersih.


"Lumayan gubuknya sudah dibersihkan tadi" terang Pak Nur.


Vira hanya diam saja dan mengatupkan kedua tangannya ke dadanya, ia masih kuatir dan takut karena masih mendengar suara petir yang masih keras.


"Pak gimana nih kita pulang?" tanya Vira kuatir.

"Ya kita harus menunggu hujan reda dulu Bu, sebab tak mungkin kita pulang sekarang apalagi hujan deras begini, entah kapan redanya."jawab Pak Nur,

"apalagi jika saat ini pasang sedang naik, apa Ibu ndak takut jika nanti di sungai kita bertemu buaya atau perahu kita oleng? apalagi sudah senja seperti ini maka terpaksa kita bermalam di gubuk ini."terang Pak Nur.

"Hiiiii...hhh..."sungut Vira,

"jangan Pak...saya nggak mau ketemu buaya lagi" ia nampak kuatir.


Dengan terpaksa malam itu, mereka bermalam di gubuk itu.Tampak curah hujan amat deras dan membuat mereka tak bisa keluar gubuk


"Nah ibu bisa berbaring di dipan kayu itu.." kata Pak Nur.Pak Nur berusaha menghidupkan lampu minyak yang ada di dinding gubuk itu.


Dengan penerangan seadanya malampun beranjak.


"Biar saya di bangku ini saja.." terangnya lagipada Vira.


Berarti malam itu Vira akan bermalam di dalam gubuk bersama laki laki selain suaminya di tengah hutan. Jauh di dasar hatinya ia merasa tak nyaman saat itu, namun karena sudah akrab dan dekat dengan keluarga Pak Nur rasa kekuatirannya itu pun hilang. Vira pun beranjak ke dipan yang di tunjukkan Pak Nur.


Dipan kayu itu cukup bersih dan masih kuat. Jelas memang dipan itu dipakai untuk beristirahat bagi yang singgah di gubuk itu.Vira menghempaskan pantatnya di atas dipan sambil melipat tangan. Ia pun melipat sweaternya sebagai bantal untuk berbaring. Saat itu rasa kantuk dan dingin amat mendera pori pori kulitnya. Suasana dingin di hutan dan hembusan angin bercampur hujan membuat tubuhnya yang sintal kedinginan. Dari tempat duduk panjang itu Pak Nur memperhatikan tubuh istri Haryadi itu dengan seksama. Ada rasa kelegaan di dasar hatinya karena malam seperti saat ini ia bisa mewujudkan keinginannya.


Saat Vira berjalan menuju dipan, Pak Nur memperhatikan tubuhnya yang dibalut kaos oblong biru bahan streck yang halus. Tampak tali bhnya yang halus membayang di kaosnya. Sedangkan celana jeans Vira amat serasi dengan pantatnya yang sekal. Vira pun merebahkan tubuhnya di dipan. Ia berusaha untuk menghilangkan rasa canggung yang menderanya. Vira pun menghadap ke arah pintu yang sudah ditutup Pak Nur dari tadi. Berbagai pikiran berkecamuk di dalam kepala Vira saat itu, baik mengenai suaminya juga keluarganya di Jakarta dan pak Nur. Vira tak pernah berpikir atau membayangkan akan sampai seperti ini.


Meski dalam hatinya saat itu ada rasa bingung terhadap suaminya, namun ia bukanlah type wanita yang suka membuka masalah pada orang lain. Ia akan meilih milih orang yang tepat dan selama ini ia hanya pernah mengeluh pada Bu Nur. Dalam keasikan ia berpikir, tiba tiba Vira mendengar ada krasak krusuk di luar gubuk. Dinding gubuk seolah di dorong dorong dari luar. Sedangkan bunyinya semakin dekat. Ia bangun dari berbaring dan duduk. Tampak Pak Nur pun waspada dan memberi kode pada Vira untuk diam dengan meletakkan telunjuknya di bibirnya.


Dengan mengendap ngendap Pak Nur berjalan ke pintu dan memalang pintu dengan kayu balok yang ada. Ia lalu menuju ke arah tempat Vira duduk. Sambil berbisik Pak Nur bilang itu suara babi hutan yang mungkin kedinginan karena hujan, maklum di hutan, terang Pak Nur pada Vira. Saat itu Vira menjadi takut dan cemas. Tapi Pak Nur menyakinkannya bahwa tak apa apa, nanti juga pergi sendiri. Gubuk itu cukup aman dari banjir dan binantang buas terangnya lagi. Ada sedikit kelegaan di dada Vira saat itu. Namun kelegaannya tak berlangsung lama, dinding gubuk itu semakin kuat di gesek gesek babi hutan dan seperti di dorong dengan kuat. Vira semakin takut dan merapatkan diri ke arah Pak Nur. Ia takut sekali,


"Pak aku takut pak.." suara Vira halus.


Lalu tanpa di suruh ia pun memeluk tubuh tua di sampingnya. Ia tak berpikir siapa laki laki itu. Toh saat itu ia amat ketakutan dan ia pikir biasa saja. Pelukan Vira di sambut Pak Nur dengan pelukan erat, seakan berusaha melindunginya. Di atas dipan itu kedua tubuh anak manusia berlainan usia itu berpelukan dengan sangat rapat. Pak Nur merasa lega karena dapat memeluk tubuh yang ia impikan selama ini dan sedang berusaha untuk menundukannya. Dengan perlahan Pak Nur membisiki Vira agar jangan terlalu takut, nanti juga pergi...terang pak Nur di telinga Vira sambil menghembuskan nafasnya yang hangat. Vira merasa nyaman saat itu, karena sedikit rasa takutnya hilang juga hawa hangat dari nafas pak Nur membuatnya terbuai.


Bagi Pak Nur pelukan itu membuatnya merasakan dengan nyata tonjolan buah dada Vira di dadanya. Saat itu Vira masih terbalut kaos oblong, tapi nyata sekali rasa hangatnya oleh Pak Nur. Apalagi di malam dingin saat itu. Vira tak berprasangka apa apa pada Pak Nur saat itu. Benar apa yang dikatakan Pak Nur itu, perlahan tak terdengar lagi suara krasak kresek di dinding kayu gubuk itu. Namun yang terdengar justru suara hujan yang semakin deras dan angin yang kembali bertiup kencang. Itu dirasakan Vira saat melihat bagian dalam gubuk yang dihempaskan angin. Lalu Pak Nur berusaha melepaskan pelukannya pada tubuh Vira dan duduk berdampingan. Namun tampak Vira sedikit enggan melepas pelukannya mungkin karena hawa dingin dan rasa nyaman yang tiba tiba hilang.


Dalam hati Vira berkhayal seandainya saat itu ia hanya berdua suaminya alangkah indahnya melewati malam dengan suasana menegangkan dan menakjubkan berdua. Namun khayalannya terputus saat Pak Nur menutupkan kain panjang yang ada di sebuah lemari kecil di gubuk itu pada Vira. Kain itu tampak bersih dan sengaja di tinggal di lemari itu. Vira menerima kain panjang itu dan menutupkan ke tubuhnya agar tak merasa dingin, sekali lagi ia simpati pada Pak Nur yang amat melindungnginya dari hawa dinginnya malam. Lalu dibalutkannya kain itu ke bahunya. Pak Nur kembali duduk di sampingnya.


"masih dingin ya Bu Vira..?" tanyanya.

"Sudah agak mendingan Pak" jawab Vira,

"Terima kasih ya Pak..? Bapak baik sekali pada saya" imbuhnya lagi.

"Nah jika ibu mau berbaring ya baring saja.." kata Pak Nur lagi.

"belum pak, masih belum ngantuk" jawab Vira lagi.

"O,,begitu ya Bu.." jawab Pak Nur lagi.


Pak Nur lalu memberanikan diri meraih bahu Vira yang terbalut kain panjang itu untuk rebah di bahunya. Vira pun menurut seolah tak mempermasahkannya. Ia merebahkan kepalanya di bahu pak Nur dan berusaha memejamkan matanya. Sebenarnya rasa ngantuk dan hawa dingin amat menyiksanya saat itu. Namun ia masih merasa jengah untuk mengakuinya pada Pak Nur. Saat Vira merebahkan kepalanya di bahu Pak Nur, tangan pak Nur berusaha membelai rambutnya yang sebahu dan harum itu. Aroma parfum mahal Vira masih kentara meski sudah bercampur dengan keringatnya siang tadi.


Dari rambut belaian tangan Pak Nur turun ke pipi dan daun telinga Vira. Tampak pak Nur mulai merangsangi ibu muda ini dengan perlahan. Dari balik daun telinganya, elusan tangan Pak Nur terus turun ke tengkuk yang berbulu halus itu. Vira merasa geli dan terangsang. Dengan gelisah ia berusaha menurunkan kepalanya ke paha Pak Nur, tanpa berusaha melepaskan diri dari elusan itu, matanya masih tetap terpejam seolah tertidur, namun saat itu ia membayangkan suaminya yang melakukannya. Telah lama ia merasa gersang dan tak di sentuh suaminya dengan cara yang seromantis saat itu.


Pak Nur tahu apa yang harus ia perbuat untuk menaklukan ibu muda ini. Selain itu semua ini adalah sudah di rencanakannya dengan rapi dan di restui istrinya. Maka Pak Nur dengan sepenuh hati akan berusaha mewujudkan keinginannya malam itu. Dan selama ini segala rangsangannya tak di tolak Vira maka  berarti tak menemui kendala. Merasa kurang lancar usahanya mengelus Vira, lalu pak Nur membangunkan tubuh Vira dan menyuruhnya berbaring saja di dipan…


"Bu,,,berbaring saja ya..? Ibu terlihat capai sekali.." terang Pak Nur berbasa basi, padahal posisi Vira tadi tak membuatnya nyaman bekerja. Saat Vira sudah berbaring dan menghadap ke dinding membelakangi Pak Nur. Pak Nur pun berbaring di belakang Vira, dan dipan cukup untuk dua orang.


Tangannya kembali membelai rambut hingga ke daun telinga Vira. Tampak Vira kegelian dan menangkap tangan Pak Nur untuk berhenti. Namun Pak Nur tetap berusaha membelai belai tengkuknya. Rasa geli dan gairah yang mulai timbul membuat Vir memegang jari tangan Pak Nur dengan erat, Vira seakan ingin menghentikan elusan laki laki yang bukan suaminya itu. Saat di pegang oleh jari Vira, pak Nur membiarkan saja di genggaman tangan halus itu. Ia pun mengalirkan hawa hangat dengan membalas genggaman itu. Saat Vira mengenggam tangan Pak Nur, Vira pun membalikkan tubuhnya dan bangun dari baring. Ia lalu melepaskan tangan itu dengan hati hati takut menyinggung perasaan Pak Nur.


Vira lalu duduk dan bersandar di dinding gubuk itu. Dalam temaram cahaya lampu, ia tak ingin tidur malam itu. Ia merasa kuatir nanti salah langkah dan berbuat yang terlarang dengan laki laki tua itu, bagaimanapun ia masih memiliki rasa cinta kepada suaminya. Namun hal tadi membuatnya sedikit bimbang. Rabaan jari pak Nur di tengkuknya mampu memercikan api gairah dalam dirinya. Sebagai seorang wanita terhormat dan berpendidikan ia merasa tak selayaknya membiarkan hal tadi terjadi. Namun semua rasa ego di dirinya berperang dengan rasa bathinnya yang kering kerontang. Di lain pihak Vira amat menghormati Pak Nur juga istrinya, dan di pihak lain hatinya juga berkata mereka adalah orang lain dan bukan apa apanya. Di saat kebimbangan itu, pak Nur pun bangun dari berbaring dan berada di sampingnya.


"ada apa Bu Vira?" tanyanya

"Nggak ada apa apa koq Pak..?" jawab Vira,

"saya hanya merasa kan dingin dan ingat suami..", jelas Vira menutupi kegugupannya.


Pak Nur bukanlah laki laki biasa. Ia dapat membaca apa yang dipikirkan istri Haryadi itu. Tangannya meraih jemari Vira yang masih melingkar cincin perkawinan itu. Sambil mengusap jari itu, Pak Nur menciuminya. Pak Nur ingin Vira sadar bahwa ia juga dicintai Pak Nur. Melihat Pak Nur menciumi jemarinya yang melingkar cincin berlian perkawinan itu, Vira berusaha menarik tangannya. Namun tak bisa karena kuatnya genggaman tangan Pak Nur. Ia hanya memicingkan mata tak kuat melihat moment itu. Vira adalah wanita dewasa dan mengerti arti dari perbuatan Pak Nur saat itu, bahwa Pak Nur menyukai dirinya. Tak ada suara yang terdengar di antara mereka saat itu, yang terdengar hanya suara hujan yang membasahi gubuk itu. Pak Nur lalu meraih wajah cantik Vira dan memandang matanya.


"Bu Vira,,,boleh saya menciumi ibu..?" tanyanya.


Vira tak bisa menjawab sebab ia menjadi serba salah dan takut menyinggung perasaan orang tua yang amat berjasa padanya dan suaminya itu. Selain itu ia masih risih jika menyiyakan atau menolak. Sikap diam Vira ditanggapi Pak Nur sebagai persetujuan, pria itu lalu mendekatkan mulutnya yang bau dan agak dower itu ke bibir mungil Vira. Tak ada pemaksaan dari Pak Nur atau penolakan dari Vira saat itu. Saat bibir laki laki itu menyentuh kulit bibirnya, Vira hanya mampu memicingkan mata.


Ia hanya diam pasrah menerima jejelan bibir tebal itu di mulutnya. Perlahan Pak Nur mulai mengulum dan mengecup bibir milik ibu muda itu. Vira seakan menikmatinya dengan menerima secara pasif kuluman itu. Perlahan lahan ia mulai terbakar gairah. Vira mulai membalas belitan lidah Pak Nur dan menerima hisapan lidah Pak Nur di mulutnya. Ia mulai tak peduli dengan bau busuk yang keluar dari mulut laki laki itu. Dalam keasikan kedua manusia berlainan jenis itu berciuman dan saling mengulum, tangan Pak Nur pun ambil kesempatan. Seakan tak mau kalah, jari jari pak Nur menyasar ke dada Vira dan memilinnya dari luar kaosnya. Saat itu Vira seperti tersiram air dingin ia sadar dan menolakkan tubuh Pak Nur. Sambil menepiskan tangan Pak Nur dari dadanya ia juga menghapus air ludah yang sudah belepotan di bibirnya.


Dengan mimik wajah sedikit malu dan kesal ia menatap mata Pak Nur. Ia tak menduga sama sekali Pak Nur akan seberani itu meraba dadanya. Padahal tadi ia mau menerima ciuman bibir Pak Nur hanya karena rasa terima kasih dan simpatinya atas segala bantuan Pak Nur kepadanya selama ini. Tindakan Pak Nur tadi membuatnya sadar bahwa ia masih punya suami.


"maaf pak...kita tak boleh melewati batas seperti tadi" jelas Vira tegas.

"Maaf Bu..." jawab pak Nur.


Pak Nur juga kaget atas penolakan Vira barusan padahal ia merasa yakin akan mendapatkan tubuh Vira saat tadi. Ia baru memulai dan selama ini ia tak pernah menemui masalah dan hambatan untuk menggauli wanita. Dengan Vira ia merasa menemui jalan buntu dan ia harus memutar otak lagi untuk menaklukkannya. Pak Nur turun dari dipan itu dan berjalan ke arah pintu. Pintu ia buka dan keluar gubuk sedangkan saat itu masih hujan. Vira hanya memperhatikan tingkah laki laki tua itu, ia merasa sedikit kekuatiran akan ditinggal di dalam gubuk sendirian malam itu.


Continue...


**********************************************************************************************


Next.... Gejolak Asmara di Pulau. 6. Eps: "Takluknya Vira" Final Episode..

  • Kini di atas dipan kayu itu tubuh Vira perlahan ditelanjangi Pak Nur. Vira tak tahu kenapa ia kini malah membiarkan tubuhnya ditelanjangi orang yang bukan suaminya itu...
  • Vira sudah tak mampu membalas argument laki laki tua tetua adat itu. Ia pun kini diam dan pasrah akan apa yang akan dilakukan laki laki itu. Perlahan pak Nur mendekat ke arah Vira dan mengulum bibir wanita itu. Vira hanya memejamkan mata menikmati kuluman laki laki tua itu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]