Eps: Kejutan Pria Tua. Bag,2
Saat ini Dina sedang berada di sebuah ruangan di kantor suaminya. Tepatnya di sebuah ruangan pribadi yang berada di dalam kantor pimpinan Anton. Dina sedang mengocok seorang pria tak dikenal sementara tangan pria itu meremas-remas buah dadanya.
Tak tahan lagi akan keindahan susu Dina, Pak Bambang mengelamuti payudara ibu muda itu. Dina mengernyit saat tangan Pak Bambang yang tadi meremasi payudaranya kini beralih mengelus bagian bawah pahanya yang mulus. Kaki Dina masih tertutup rapat sehingga tangan Pak Bambang harus mendesak ke dalam jepitan paha agar bisa masuk ke selangkangan kaki Dina.
Tangan Pak Pram menepuk bahu Dina sedikit keras. Karena kerasnya, suara tepukan itu mengagetkan Dina.
Dina tahu apa yang diinginkan Pak Pramono. Dengan penuh kepatuhan, Dina membuka kakinya. Tangan Pak Bambang langsung masuk ke selangkangan dan meraih belahan memek Dina. Tidak perlu waktu lama bagi Pak Bambang untuk menjelajahi bibir vagina Dina. Jari jemari gemuk pria tua itu beraksi dengan cepat, mencubit, menusuk dan mengelus bagian dalam memek Dina. Jempol Pak Bambang digunakannya untuk mengelus-elus klitoris Dina sementara jari tengahnya masuk ke liang cinta ibu rumah tangga yang cantik itu.
Dina mendesis lirih saat jari tengah Pak Bambang memasuki vaginanya dengan kasar.
Saat memperhatikan ke bawah, Dina melihat Pak Bambang masih asyik menjilati kedua buah dadanya dan mengelamuti puting susunya. Dengan sekali tarik, rok Dina dilepas oleh Pak Bambang sehingga memudahkannya mengakses memek Dina. Kakek itu segera sibuk dengan vagina Dina yang wangi.
Dina memejamkan matanya lagi. Betapa rendahnya diri Dina saat ini, beberapa hari yang lalu Dina adalah seorang istri setia yang tidak sudi melayani pria lain selain suaminya. Bahkan Anton sendiri kadang ditolaknya bermain cinta. Kini, sudah ada dua orang laki-laki lain yang tidak saja menyaksikannya bugil, tapi juga mempermainkannya seperti seorang pelacur. Dina merasa lebih rendah dari seorang pelacur, dia adalah seorang istri yang berzina dan mengkhianati kepercayaan suaminya. Tapi ini semua demi masa depan keluarga, ini semua untuk Anton dan kedua anaknya, Dina bersedia mengorbankan apa saja.
Gerakan mulut dan jemari Pak Bambang tidak ada hentinya menghujani tubuh indah Dina dengan rangsangan. Sebagai perempuan normal, rangsangan kakek mesum itu lama kelamaan berpengaruh juga pada tubuh Dina. Dina membuka kakinya yang jenjang makin melebar tanpa sadar. Bau cairan cinta Dina yang kian membanjir memenuhi seisi ruangan yang berAC, begitu pula bunyi becek memek Dina yang terus disodok jari jemari Pak Bambang yang keluar masuk dengan cepat. Kali ini tidak perlu waktu lama sebelum Dina akhirnya menyerah pada nafsu birahinya sendiri. Istri Anton itu meraih kepala Pak Bambang dan ditekannya ke arah buah dadanya sementara pinggul Dina bergerak seiring sodokan jemari Pak Bambang di memeknya. Tangan Dina yang lain terus mengocok penis Pak Bambang dengan gerakan yang makin lama makin cepat.
"Uaaaahhhhh!!" Dina menjerit lirih karena rangsangan hebat yang dilakukan Pak Bambang. Kakek mesum itu terus menyerang payudara dan vagina sang ibu muda yang cantik. Bagaikan seorang pekerja seks komersial yang binal, Dina menggerakkan pinggangnya agar tusukan jemari Pak Bambang masuk lebih dalam, Dina sudah lupa pada statusnya sebagai seorang istri dan ibu yang setia. Entah kemana Dina yang beberapa saat tadi masih teringat pada Anton dan dua orang anaknya.
Saat membuka matanya yang terpejam sedari tadi, Dina menyadari tubuhnya sudah hampir jatuh dari pinggir sofa. Kakinya terbentang sangat lebar dan memeknya dapat diakses dengan mudah oleh Pak Bambang. Bibir vagina Dina terlihat lebih merah dari biasanya dan rambut-rambut di sekitar lubang cintanya itu basah oleh cairan pekat. Baik pakaian maupun roknya sudah terbuka. Dia sudah telanjang bulat.
Pak Bambang meraih kepala Dina dan menariknya ke bawah, ke arah selangkangannya. Sebelum Dina menyadari apa yang terjadi, penis Pak Bambang sudah masuk ke dalam mulutnya.
Walaupun sudah keriput dan tidak terlalu besar, tapi penis Pak Bambang masih tetap bisa membuat Dina tersedak saat pria tua itu memaksa kepala Dina naik turun dengan cepat. Tangan Dina menggapai-gapai lengan Pak Bambang dan berusaha meronta. Tapi walaupun sudah uzur, kakek tua yang bejat itu masih tetap perkasa dan Dina tidak semudah itu bisa menghentikan aksinya.
Tiap kali kepala Dina turun ke arah selangkangan Pak Bambang, penisnya yang besar masuk ke tenggorokannya. Dina tersedak dan makin lama makin kehilangan kesadarannya karena tidak bisa bernafas. Pria tua yang dihormati oleh Pak Pram itu mencekik Dina dengan kontolnya sampai ibu rumah tangga itu hampir mati lemas. Untungnya Pak Bambang mengakhiri aksinya dan menarik kontolnya dari mulut Dina. Wanita cantik itu segera jatuh ke lantai dan terbatuk-batuk. Dina berusaha menarik nafas dalam-dalam dan menghirup udara walaupun terasa sangat berat.
Akhirnya, sambil mengangkat pinggul indah Dina ke arahnya, Pak Bambang menyelipkan kemaluannya yang mengeras ke dalam lubang vagina ibu muda yang cantik itu. Pak Bambang bisa merasakan gerakan spontan Dina yang mencoba melawan dengan beringsut menjauh, tapi itu malah membuat sang kakek tua mendesah keenakan karena tubuh mereka saling bersinggungan dengan lembut. Dengan pandai, kakek tua yang banyak pengalaman itu mengelus-elus paha Dina yang terbentang lebar dan mulai bergerak maju mundur sementara lubang rahimnya terus menyedot penis Pak Bambang dengan nyaman. Gerakan penis kakek tua itu makin lama makin dalam menjelajah rapatnya pertahanan vagina Dina. Walaupun mendesak ke dalam terus menerus, tapi Pak Bambang tidak ingin menusukkan penisnya sampai ke ujung, dia merasakan pelan-pelan katupan bibir memek Dina yang menjepit kontolnya bagaikan penghisap debu, liang cinta ibu muda yang hangat dan basah ia rasakan dengan nikmat dan perlahan. Dina hampir-hampir gila dibuatnya.
Tiap sentakan, tiap putaran dan tiap kali kontol Pak Bambang berpilin di dalam lubang vagina membuat Dina tidak bisa menahan gairah sensual yang makin lama makin meraja dalam dirinya. Dina tidak mampu menahan hausnya diri sendiri akan kenikmatan bercinta, dia ingin penis Pak Bambang menusuk lebih dalam dan lebih dalam lagi. Dia ingin menurunkan vaginanya sampai mentok ke paha Pak Bambang agar batang penisnya bisa masuk semua ke dalam vaginanya. Tapi Pak Bambang menahan diri dengan menikmati tubuh Dina selama mungkin dan itu membuat istri Anton itu melenguh tak berdaya.
Saat akhirnya penis itu menusuk lebih jauh ke dalam dan membelah vaginanya yang masih cukup rapat, Dina seakan hampir mati oleh gelombang kenikmatan yang mengubur dirinya. Sayangnya, sekali lagi Pak Bambang menahan diri dan tidak memasukkan seluruh kontolnya masuk ke dalam memek sang ibu rumah tangga yang cantik.
Dina menggeleng frustasi, walaupun dia malu mengakui kalau dia menginginkan penis Pak Bambang lebih dalam lagi tapi gairah sensual yang makin dirasakan membuatnya lupa diri. Dengan penuh keputusasaan, wanita cantik itu hanya bisa melenguh panjang dan meminta dengan dengan manja.
"Pak... masukkan..."
Dina merasakan jemari kakek tua yang dengan nakal meremas, meraba dan memijat pipi bokongnya yang bulat putih mulus, mata Dina memejam dan seluruh tubuhnya bagaikan disetrum jutaan volt llistrik ketika tangan Pak Bambang menyibakkan pantat Dina dan jari tengah kakek tua itu masuk ke dalam lubang anusnya.
"Hngghh!!" Dina mengernyit menahan rasa sakit bercampur nikmat yang disebabkan oleh jari sang kakek nakal.
"Masukkan apa... Ibu Dina?" tanya Pak Pram yang kemudian menyadari kalau istri Anton itu sudah di ambang batas penyerahan diri yang total.
"I-itu... dimasukkan..."
"Apanya?"
"I-itunya..."
"Itunya apa?"
"Penisnya... masukkan... masukkan lebih dalam!!"
Pak Pram mengerling pada Pak Bambang dan kakek tua itu lagi-lagi mempermainkan Dina, dengan sengaja dia menggerakkan pinggulnya dengan gerakan sangat pelan yang menyiksa sang ibu rumah tangga. Dia tidak mau membuat Dina puas dan tak pernah mau melesakkan penisnya sampai mentok jauh ke dalam. Dia belum mau membuat Dina puas, dia ingin Dina lebih responsif, dia ingin Dina lebih binal lagi, dia ingin ibu muda yang cantik itu melupakan eksistensinya sebagai seorang istri dan ibu dan berubah menjadi budak seks yang haus disetubuhi saat itu juga.
Dengan penuh keputusasaan, Dina merayapkan bibir vaginanya yang haus kemaluan lelaki dan menangkup penis kakek tua yang walaupun keriput tapi berukuran besar dan memenuhi seluruh liangnya dengan sangat rapat, dinding vagina Dina seakan tidak rela diserang dan liang rahimnya itu langsung mengeluarkan cairan cinta yang menjadi pelumas. Dina sudah pasrah, dia sudah siap dihina sampai serendah-rendahnya, dia hanyalah seorang wanita biasa yang ingin merasakan disetubuhi saat ini juga.
Rangsangan hebat dari Dina membuat Pak Bambang tak tahan lagi. Dengan sebuah teriakan keras, kakek tua itu menghunjamkan seluruh kontolnya yang mengejang keras ke dalam vagina Dina dengan kekuatan penuh, dia tidak main-main lagi sekarang, seluruh batang kemaluannya melesak ke dalam sampai paha mereka saling tampar. Pak Bambang membiarkan kontolnya berada di dalam untuk sesaat sambil mendengarkan desahan kekalahan yang keluar dari mulut Dina. Dengan kekuatan penuh, kakek tua yang masih perkasa itu mulai menggiling memek sang ibu rumah tangga yang cantik dan menusukkan kemaluannya dalam-dalam sampai seluruh batangnya selalu tertelan habis.
Pak Pramono bisa merasakan lesakan dahsyat kemaluan Pak Bambang di seluruh tubuh Dina, dia bisa merasakan pahitnya kekalahan yang tentunya menguasai diri Dina yang kini hanya bisa pasrah disetubuhi Pak Bambang. Pak Pramono bergerak ke hadapan Dina, tubuh wanita cantik yang tersengal-sengal dientoti Pak Bambang itu terkulai pasrah di atas lantai. Dengan gerakan ringan, Pak Pram mengangkangi dada Dina dan duduk di atas buah dadanya. Satu tangan Pak Pram meraih rambut Dina, menjambaknya dan menarik kepalanya ke depan. Tangan Pak Pram yang lain menggiring penisnya yang sudah tegang ke bibir mungil Dina. Mata Dina terbelalak karena terkejut dan dia memalingkan wajah dengan marah, walaupun sedang dilanda gairah birahi yang sangat tinggi tapi Dina tahu dia tidak mau melayani dua orang sekaligus! Dia masih waras dan tidak ingin disamakan seperti seorang pelacur!
Dina merintih,
"Jangan! Aku mohon... aku tidak bisa melayani kalian berdua bersamaan!"
"Kenapa tidak? Sekarang saat yang tepat, Ibu Dina... ayo kulum penis saya." Kata Pak Pram tenang.
"Tidak! Jangan... aku tidak mau!!" Dina menolak.
"Aku bukan pelacur! Aku tidak mau... dua orang... aku..."
Pada saat bersamaan Pak Bambang menusuk kontolnya lebih jauh lagi ke dalam liang rahim Dina, entah sudah berapa jauh ia menguasai memek Dina, yang jelas, ia sudah lebih jauh dari apa yang pernah dicapai oleh Anton, suami Dina. Wanita cantik itu melenguh nikmat dan hal itu memberikan kesempatan untuk Pak Pramono menyerang Dina. Dengan sedikit kasar Pak Pram menyodokkan penisnya ke dalam mulut Dina.
"Atas kena bawah bisa, Ibu Dina sayang." Bisik Pak Pram menggoda.
Rongga mulut Dina langsung sesak begitu penis Pak Pram masuk ke dalam dengan paksaan, ibu muda yang cantik itu hampir saja tersedak dan merasakan daging berotot milik Pak Pram melindas lidahnya sampai ke dalam. Tubuh Dina tersentak dan dia menggelinjang tak berdaya. Di bawah, Pak Bambang terus saja membenamkan kontol raksasa yang keriput ke dalam memeknya sementara di atas Pak Pram menghunjamkan penis ke dalam rongga mulutnya. Air mata Dina meleleh saat dia menyadari betapa rendah dirinya saat ini, apalagi jika ia teringat pada sang suami yang tentunya masih mengira dia seorang istri setia. Penghinaan dan rasa malu apalagi yang masih bisa ia hadapi saat ini? Dia disetubuhi oleh dua orang sekaligus. Jari jemari Pak Bambang yang sesekali masuk ke dalam lubang anus membuat Dina menyadari satu hal lagi, seluruh lubang di tubuhnya sudah mereka kuasai, seluruh tubuhnya sudah menjadi milik dua laki-laki tua biadab ini. Dia sudah tidak berharga lagi. Dia sudah tidak punya harga diri lagi.
Sementara Dina menghisap-hisap penis Pak Pram, Pak Bambang kian liar mengendarai memek sang ibu muda yang cantik itu. Dengan sisa tenaga yang entah didapat dari mana, kakek tua itu terus menggerakkan kontolnya keluar masuk, Dina juga menggerakkan pinggulnya seiring gerakan penis Pak Bambang dan melayani permainan kakek tua itu. Pak Bambang dengan pandangan mata bahagia menyaksikan batang kemaluannya yang masih tetap keras keluar masuk dari memek Dina dengan perkasa, dengan sengaja kakek tua itu menarik penisnya hingga ujung gundulnya saja yang tersisa di dalam. Kemudian dengan kekuatan penuh, Pak Bambang kembali melesakkan kontolnya masuk ke memek Dina.
Disepong oleh wanita secantik Dina sungguh nikmat rasanya, Pak Pram menekan penisnya jauh lebih dalam ke mulut Dina, memasuki rongga tenggorokannya sampai perempuan cantik itu sesak dan hampir tersedak. Gerakan tubuh Dina yang didorong oleh Pak Bambang juga membuat sensasi tersendiri bagi Pak Pram, seakan-akan ibu muda yang cantik itulah yang bergerak naik turun, padahal dorongan itu datang dari bawah.
Dalam keadaan tidak berdaya, tubuh Dina menjadi bulan-bulanan kedua laki-laki tua yang kini menguasai dirinya itu. Berkali-kali Pak Bambang membolak-balik tubuh Dina agar bisa mendapatkan posisi yang enak dan kini ibu rumah tangga yang cantik itu turun ke lantai dan menelungkup ke bawah. Wajahnya berada tepat di bawah perut Pak Pramono sementara di belakang, Pak Bambang mengendarai Dina secara 'doggie-style'. Wajah Dina semakin pucat dan sayu, dengan memelas Dina memohon pada Pak Pramono agar menyelamatkannya dan segera mengakhiri semua ini. Sayangnya tidak ada harapan bagi Dina.
Dengan satu tusukan penuh tenaga, Pak Bambang melesakkan penisnya ke dalam liang cinta Dina.
"Hnnghh!" Dina menggeram dan memejamkan mata menahan sakit.
Tubuh pendek Pak Bambang berada di belakang tubuh Dina. Tangannya memeluk pinggang Dina agar seimbang sementara dia melesakkan penisnya ke dalam rahim Dina. Tidak ada kelembutan saat kakek mesum itu menyetubuhi Dina, Pak Bambang bergerak dengan sangat cepat dan kasar. Agar tidak tergoyang terlalu hebat, Dina mencengkeram lutut Pak Pram yang duduk di sofa. Dina menengadah dan Pak Pram kembali menyodorkan kontolnya. Lagi-lagi Dina harus menyepong Pak Pram. Dina segera menjilati batang kemaluan Pak Pramono sementara Pak Bambang mengentoti vaginanya dengan kecepatan tinggi.
Hampir sepuluh menit posisi ini tidak berubah. Pak Pramono menjambak rambut Dina dengan gemas. Dina merasakan semprotan air mani membanjiri mulutnya. Agar tidak tersedak, Dina menelan seluruh sperma yang disemprotkan oleh atasan Anton itu. Walaupun sudah mencapai klimaks, Pak Pram tidak segera menarik kontolnya dari mulut Dina. Sementara itu, Pak Bambang masih terus menggerakkan pinggulnya menyetubuhi Dina dari belakang. Gerakan Pak Bambang sangat cepat dan penuh nafsu, mengingat usianya yang sudah uzur, Dina takjub pada kekuatan dan kecepatan Pak Bambang. Belum pernah seumur hidupnya Dina merasakan dientoti sedemikian cepat dan lama. Makin lama makin cepatlah kocokan kontol Pak Bambang di dalam memek Dina sampai pria tua itu melenguh keras dan menyemprotkan pejuhnya membanjiri vagina Dina.
Kedua lelaki busuk itu mencapai klimaks hampir bersamaan, dua laki-laki buas yang mencengkeram erat tubuh Dina berebut ingin memeluknya, masing-masing ingin melesakkan penisnya jauh lebih dalam ke dalam mulut dan vagina wanita cantik itu dan menembakkan air mani mereka dalam dalam. Pak Pram beralih ke sisi kiri Dina, dia menarik kontolnya yang mulai lemas meskipun si cantik itu masih saja menyedot air mani yang masih keluar dari ujung kemaluannya. Pak Bambang mundur ke belakang dan menarik keluar kontolnya dari dalam memek Dina, terdengar suara letupan kecil dan desahan nikmat dari kakek tua yang mesum itu. Pak Bambang berbaring di sisi kanan Dina.
Mereka bertiga kelelahan... kenyang oleh nikmatnya regukan birahi yang telah diraih. Dina memejamkan mata kecapekan, dia tidak mengira bahwa sekali ini dia benar-benar sudah mengkhianati suaminya dengan cara yang paling menjijikkan, tidak saja dia berselingkuh dengan atasannya, tapi dia juga melayani tamu Pak Pram secara bersamaan. Bagaimana mungkin wanita seperti dia bisa melayani dua orang sekaligus? Dulu bersetubuh dengan Pak Pram saja sudah seperti kiamat, rasa malu dan jijik yang hinggap tidak bisa hilang oleh apapun. Tapi kini? Dia disetubuhi oleh dua orang lelaki sekaligus. Seorang pria tua yang masih gagah dan seorang kakek-kakek yang keperkasaannya menakjubkan. Rasa malu pada diri sendiri kian membuncah karena Dina merasa mendapatkan kenikmatan yang luar biasa disetubuhi oleh mereka berdua.
Ibu rumah tangga seksi yang baru saja dinikmati dua pria tua itu ambruk ke lantai kantor. Nafasnya terasa berat hingga Dinapun terengah-engah. Belum sampai lima menit beristirahat, rambut Dina sudah dijambak oleh Pak Bambang. Pria tua itu menarik kepala Dina dan menyorongkan kontolnya yang basah oleh air mani ke mulut Dina. Dina segera menjilati kontol Pak Bambang dan membersihkan semua pejuh yang ada di batang kemaluan kakek tua itu.
Setelah Dina selesai membersihkan penis Pak Bambang dengan mulut, kakek mesum itu mendorong kepala Dina menjauh. Sekali lagi Dina duduk dengan lemas di lantai sementara dua pria yang baru saja menyetubuhinya duduk di sofa dan bersantai tanpa mempedulikannya.
"Bagaimana rasanya, Pak Bambang?" tanya Pak Pram dengan sopan sambil merapikan celananya kembali.
"Luar biasa, memeknya kok masih sempit ya? Padahal anaknya sudah dua, enak sekali. Untung saja tadi aku sempat minum obat kuat. Kamu beruntung punya koleksi seperti dia. Sudah berapa lama kamu pakai?"
"Sekitar dua minggu."
"Buat aku saja. Dia cantik sekali."
"Wah, saya tidak tahu apakah Ibu Dina..."
"Kalau di luaran, harga lonthe yang cantik dan seksi seperti ini mahal sekali, padahal kebanyakan memeknya sudah melar, aku sering rugi kalau beli. Yang dia punya masih sempit, padahal sudah pernah melahirkan, mungkin prosesnya melalui operasi caesar ya? Luar biasa, masih rapat, aku puas." Suaranya yang serak terdengar semakin menyeramkan di telinga Dina. "Bagaimana kalau aku beli saja dia? Berapa harganya?" Pak Bambang mencari-cari buku cek di dalam saku bajunya.
"Wah-wah..." senyum Pak Pramono makin melebar.
"Kalau dijual harganya mahal sekali, Pak Bambang. Dia ini masih orisinil. Ibu rumah tangga biasa yang..."
"Berapapun harganya aku beli. Aku bisa membeli perusahaanmu, Pram. Kalau hanya membeli lonthe semacam ini tentunya aku lebih dari sekedar mampu."
Sudah jelas kalau Pak Bambang memang lebih kaya dibanding Pak Pram. Tapi selain lebih kaya dan jauh lebih tua, kakek-kakek yang bertubuh pendek dan gemuk ini nampaknya juga menjadi panutan Pak Pramono sehingga dia sangat hormat kepadanya. Kekhawatiran makin menyeruak ke dalam batin Dina.
Dina sadar sepenuhnya kalau dia sebelumnya telah berjanji bersedia menjadi budak seks Pak Pramono. Apa yang terjadi saat ini sudah menyalahi janji dan seandainya Pak Pram memberikannya pada Pak Bambang maka bisa dipastikan hidupnya akan lebih sengsara lagi. Pak Bambang jelas tidak selembut dan segagah Pak Pramono. Walaupun telah membuatnya menderita, tapi ada sisi-sisi lembut Pak Pramono yang kadang membuat Dina merasa sedikit dihargai. Dari dua bajingan tua ini, Dina jelas tahu siapa yang dia pilih.
"Pak Pram," bisik Dina lirih, "perjanjiannya kan tidak seperti ini..."
"Diam! Siapa yang menyuruhmu bicara?" bentak Pak Pram galak.
Dina kaget oleh bentakan Pak Pram, ibu muda cantik itu lantas diam membisu karena takut, airmatanya meleleh membasahi pipi. Bagaimana mungkin ini terjadi? Dulu dia adalah seorang wanita baik-baik yang tidak mungkin akan berselingkuh dengan lelaki lain, tapi kini tubuhnya diperjualbelikan bagaikan seorang pelacur di pasar budak. Dina merasa sangat terhina. Dina meyakinkan dirinya sendiri kalau ini adalah jalan untuk menyelamatkan keluarga sehingga tidak ada jalan keluar dari masalah ini kecuali menjalankan semua perintah Pak Pram. Pandangan mata Dina kian mengabur karena pikirannya yang shock berat. Dia berusaha menahan tangisnya.
Tiba-tiba terdengar suara gemerincing di balik sebuah tirai yang tertutup sedikit di pojok ruangan. Karena sibuk meladeni nafsu kedua bandot tua tadi, Dina tidak memperhatikan sudut itu. Dina melirik ke arah Pak Pramono, entah kenapa orang itu tersenyum sinis.
"Pak Bambang." Kata Pak Pram kemudian.
"Rasa-rasanya saya tidak bisa memutuskan hal itu karena terkait dengan banyak hal. Tapi seandainya Pak Bambang memang berminat pada Ibu Dina, mungkin bisa ditanyakan langsung pada yang bersangkutan."
Dina bingung dengan maksud Pak Pramono, jantungnya berdetak dengan kencang karena nasib dan masa depannya ada di tangan Pak Pramono, bagaimana mungkin dia melanggar perjanjian dan memberikannya pada kakek menjijikkan ini? Namun belum sempat Dina memprotes, suara gemerincing terdengar lagi. Suara dari sudut itu makin keras dan mengganggu. Pak Pram mendengus kesal.
"Ibu Dina, tolong buka tirai itu." perintah Pak Pram jengkel.
Dina yang lemas dan masih telanjang hendak mengambil pakaiannya. Namun Pak Pram menggeleng.
"Aku ingin Ibu Dina membuka tirai. Bukan mengenakan baju."
Dina menatap Pak Pram pilu dan mencoba berdiri. Tetesan air mani masih leleh dari sela selangkangannya yang sudah dinikmati Pak Bambang.
Dengan langkah kaki yang masih lemas dan bergetar, ibu rumah tangga yang cantik itu berjalan telanjang menuju ke arah sudut ruangan yang terus mengeluarkan suara gemerincing. Nampaknya ada sesuatu yang tersembunyi di balik tirai itu.
Sesuatu atau... seseorang?!
Seseorang sedang duduk di kursi yang berada di balik tirai!
Selama Dina melayani Pak Pram dan Pak Bambang, tentunya orang ini bisa melihat semua aksi mereka. Dina bisa melihat garis tali temali, orang yang duduk di atas kursi di balik tirai sedang terikat erat. Suara gemerincing itu berasal dari lonceng kecil yang ada di ujung tirai. Orang itu pasti berjuang keras agar bisa membunyikan lonceng kecil karena diikat sedemikian erat di kursi, mulutnya juga disumpal oleh kain.
Dengan sedikit ketakutan dan berusaha menutupi ketelanjangannya, Dina membuka tirai.
Dina menjerit karena shock melihat sosok di balik tirai.
Sosok itu adalah Anton! Suaminya!
###
Alya terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Dia baru sadar ternyata dia tertidur di depan televisi sepanjang malam, suara telepon di tengah malam mengejutkannya. Alya tidak menyukai suara telpon yang berdering di tengah malam. Suara dering telpon yang terus berbunyi mengingatkannya pada kejadian bersama Pak Bejo beberapa malam yang lalu dan itu terus menghantuinya. Masih belum terlalu malam, jam sebelas lebih sedikit, Hendra belum pulang dan Opi sudah terlelap. Anissa dan Dodit juga belum pulang, mungkin mereka masih jalan-jalan ke kota.
Alya berharap telpon itu bukan datang dari Pak Bejo. Dengan berat hati diangkatnya gagang telpon dan ditempelkannya ke telinga.
"Halo..."
Suara seorang wanita kemudian bertanya.
"Selamat malam. Apa benar ini rumah Bapak Hendra Wibisono?"
Jantung Alya berdegup kencang.
"Benar."
"Dengan siapa saya bicara?"
Makin berdebar.
"Saya Alya, istrinya. Maaf, ini siapa?"
"Ibu Alya, kami dari Rumah Sakit ***** hendak memberitahukan kalau malam ini Pak Hendra Wibisono mengalami kecelakaan, mobil yang dikendarai beliau bertabrakan dengan sebuah truk di jalan *****. Keadaan Pak Hendra cukup parah dan membutuhkan perawatan medis yang serius. Sampai saat ini beliau belum sadarkan diri dan kami membutuhkan kehadiran ibu segera."
Dunia Alya berputar dan semua berubah menjadi gelap.
"Halo? Halo? Ibu Alya? Ibu masih di sana?"
###
Bagaimana nasib mereka selanjutnya?
Continue..
NEXT... Permainan terlarang 11. Eps: "Perawan & Pria Tua"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar